Rabu, 03 Agustus 2011

You Are My Destiny 1

Tittle : You Are My Destiny

Casted by : Yesha, Kevin, Dylan, Renata, Fero, dll

Genre : Romance

Bab 1

Hujan mengguyur kota Palembang sore itu, lebih deras dari biasanya hingga aku menggigil dibawah hantaman hujan yang mengguyurku. Aku menunggu Dylan yang masih diam tanpa bicara di depanku. Matanya terus menatapku membuatku semakin tidak mengerti apa yang sedang dilakukannya.

Dylan seolah-olah ingin mengatakan sesuatu namun entah kenapa dia masih belum juga mengatakannya. Sudah lebih dari lima menit kami berdua berdiri dibawah guyuran hujan di taman kota yang kini sepi. Aku gak tahu kenapa Dylan melakukan ini padahal jelas-jelas dia akan marah jika melihatku bermain dibawah guyuran hujan. Tapi kenapa kali ini dia mengajakku berhujan-hujanan seperti ini.

“Apa yang terjadi?” ujarku jelas bingung melihat sikap Dylan yang tidak biasa.

“Maafkan aku..,” ujar Dylan tiba-tiba. Sangat parau terdengar hingga aku hamper gak bias mendengar kata-katanya.

“Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu, Dylan? Kamu gak biasa-biasanya bersikap aneh kayak sekarang? Ada apa?” ujarku khawatir.

“Sungguh maafkan aku,” ujar Dylan lagi lalu dia berlutut di depanku. Aku gak ngerti apa yang sedang dilakukannya sekarang. Dylan tidak menatapku dia terus mengatakan maaf dan berlutut di depanku membuatku bingung dengan apa yang sedang terjadi padanya.

“Kamu kenapa?” ujarku kini berlutut di hadapannya. Kulihat ada sesuatu dimata Dylan yang selama ini gak pernah kusadari sebelumnya. Ada rahasia disana, tapi apa itu?

“Lebih baik kita berpisah.” Ujar Dylan tiba-tiba. Aku yang terkejut seketika berdiri. Apa, apa maksudnya ini? Kenapa Dylan mengatakan hal seperti itu?

“Kamu mau kita putus? Tapi apa alasannya? Apa salahku? Kenapa kamu tiba-tiba bersikap aneh kayak gini? Aku gak mau, aku gak mau denger apa-apa.” Ujarku menutup telingaku dengan kedua tanganku yang kini sedingin es.

Dylan mendekatiku dan mencoba memberikan penjelasan padaku tapi aku gak mau denger. Terserah apa yang mau dikatakannya aku gak perduli. Aku gak mau berpisah dengannya. Sudah dua tahun kami bersama, bagaimana bisa semudah itu dia ucapkan kata putus tanpa sebab?

“Itu yang terbaik untukmu, aku gak mau kamu menyesal nantinya. Itu yang terbaik untuk kita berdua.” Ujar Dylan sambil memelukku. Aku meronta dan berusaha melepaskan pelukannya dariku dan Dylan berusaha kembali memelukku dan menenangkanku.

“Lepasin aku!” rontaku. “Apa yang terbaik untukku! Jangan seenaknya mengatakan hal itu! Ada apa denganmu? Dylan apa yang sebenarnya terjadi?” ujarku. Airmataku terus mengalir dan kulihat Dylan seolah tak mau mengatakan apapun lagi padaku.

Aku tahu semua ini percuma. Dylan sudah mengatakan kata-kata yang selama ini gak pernah mau kudengar. Sudah cukup semuanya. Semuanya berakhir. Aku mendekati Dylan yang tak berani menatapku dan spontan aku memukul pelan wajahnya. Dylan terkejut, sama terkejutnya denganku. Aku gak tahu apa lagi yang bias kulakukan sekarang. Aku berlari meninggalkannya di bawah guyuran hujan yang semakin lama semakin deras menusuk hatiku. Aku berlari tanpa tujuan. Aku gak tahu harus kemana sekarang, aku hanya ingin jauh-jauh darinya.

Aku berlari mencari tempat untukku membuang semua rasa sakitku saat ini tapi langkah kakiku terhenti. Aku sudah lelah, lelah sekali hingga terduduk di tengah jalan dan menangis disana. Apa yang dilakukan Dylan padakuu bener-bener keterlaluan. Aku gak nyangka dia bisa mempermainkanku seperti ini. Apa maksudnya memutuskanku? Apa salahku? Apa yang terbaik untukku? Kenapa? Kenapa?

Aku terus menangis dan menuangkan segala kekesalanku disana dan tiba-tiba terdengar suara klakson yang terdengar sayup-sayup dibawah bunyi guruh dan guyuran hujan yang sangat deras. Seseorang keluar dari mobil yang sejak tadi membunyikan klaksonnya padaku dan berdiri di depanku dengan payungnya.

“Kamu gak denger apa? Aku mau lewat! Ngapain sih duduk disini? Bisa minggir gak!” ujar cowok super nyebelin yang kini berdiri di depanku. Aku menatapnya galak dan dia menatap sama galaknya denganku.

“Memangnya ini jalan nenek moyangmu! Terserah aku dong mau duduk disini!” teriakku kesal.

“Eh cewek gila, yang bener aja. Ini jalan umum. Kamu udah gila apa duduki di tengah jalan. Kalau aku gak ngeliat kamu tadi mungkin sekarang kamu udah mati gara-gara ketabrak.”

“Terserah kamu mau ngomong apa, tinggalin aku sendiri.” Teriakku padanya. Cowok itu tidak bergeming malah berusaha menarikku masuk ke dalam mobilnya. Aku meronta dan melepaskan genggaman tangannya.

“Jangan sentuh aku!” teriakku lagi.

“Hey denger ya, aku gak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bawa kamu pulang ke rumahmu. Sebentar lagi malam, apa kamu mau terus duduk disana sampai mobil menabrakmu?!”

“Bukan urusanmu!”

“Ok, terserah. Kalau emang kamu gak mau dibantu. Kalau gitu aku minta kamu minggir karena aku mau lewat.” Ujar cowok itu dengan angkuhnya. Aku benci sekali dengannya, tapi mau gak mau aku harus menepi dari jalan itu. Cowok itu kembali masuk ke mobilnya dan melaju begitu saja. Aku kesel dan melemparkan sepatuku ke arahnya. Namun mobil itu sudah melaju. Aku bener-bener kesel dan lagi-lagi aku terduduk sambil terus menangis disana.

***

0 komentar: